Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bijaksana dalam Banyak Hal

133705340981129895
Indonesia sudah 67 tahun merdeka. Jika diibaratkan dengan umur manusia, maka 67 tahun merupakan manusia yang sudah menjadi Bapak/Ibu, atau bahkan Kakek atau Nenek. Namun yang ingin saya bahas bukan dari segi panggilan atau sebutannya, akan tetapi dari sudut cara berpikir dan tingkat kematangan pemikirannya.
Nah, pasti kalian bertanya, apakah maksud saya membuat postingan ini ingin mengatakan bahwa pola pemikiran Indonesia (dalam hal ini rakyatnya) belum matang??? Jawabannya adalah Ya, lebih kurangnya seperti itu, atau kalau dibuat bahasa lain, kita masih belum bijak, dalam banyak hal.
Baiklah, untuk mendukung pendapat saya ini, akan saya berikan 3 contoh kecil, yang mungkin sudah kita anggap menjadi kebiasaan (atau bahkan budaya!?).

1. Bangga Menjadi Koruptor daripada Petani

Sekarang kalau kita tanya pada mahasiswa, tidak usah jauh-jauh, mahasiswa FKIP Unsyiah saja, jika mereka disuruh bertani (pergi ke sawah), berapa orang yang mau??? Bisa dihitung dengan jari bukan??? Ya, memang seperti itu kejadiannya. Gengsi yang berlebihan, takut kotor kena lumpur, takut kulit hitam kena sinar matahari, dan berbagai alasan bodoh lainnya akan keluar jika kita menanyakan hal ini. Atau bahkan ada yang menganggap bertani itu pekerjaan rendahan, uang dari hasil bertani sedikit, dan tidak berkembang bisnisnya (?).
Apakah Anda pernah membaca sejarah tentang pertanian di Indonesia??? Kalau belum, maka akan saya informasikan sedikit (Anda bisa mencarinya di Internet). Pada tahun 1985, 1986, 1993, Indonesia pernah Swasembada beras. Swasembada dalam bahasa Inggris berarti self suffiency, atau memenuhi seluruh kebutuhan dari produksi sendiri. Pada saat itu, Indonesia mampu mengekspor beras ke luar negeri!. Nah sekarang??? Saya tidak tahu harus bilang apa lagi. Yang ingin saya tekankan adalah Stop Menghina Petani, Stop Malu jadi Petani, Petani itu lebih Mulia Dari Koruptor!!

2. Kalangan Atas Kalangan Bawah, Memang Ada???

Saya bingung dengan pembagian kalangan ini. Memang siapa sich pencetusnya??? Atas dasar apa dia mencetuskannya?? Atau hanya opini untuk memperkeruh dan mengkastakan masyarakat saja??? Kalau memang si pencetus ingin mengelompok-kelompokkan masyarakat Indonesia, maka Selamat, dia telah berhasil (!).
Saya berani mengatakan kalau kalangan atas kalangan bawah itu tidak ada. Atau paling tidak, semu. Ada dua alasan utama saya mengenai hal ini:
  1. Orang yang mengaku kalangan bawah, dengan pendapatan per bulan di bawah sekian-sekian, selalu kredit ini kredit itu, bahkan untuk barang-barang yang notabene kebutuhan tersier atau tidak dibutuhkan sama sekali. Alasan mereka??? Biar nampak elit, keren, mewah, mirip kalangan atas (loch!!). Padahal daripada dia kredit ini kredit itu bukankah lebih baik dia tabung uangnya untuk hal-hal yang lebih penting atau mendesak. Tapi ya sudahlah, iitu hak mereka.
  2. Orang yang mengaku kalangan atas, dengan pendapatan per bulan di atas sekian-sekian, mereka ada juga kredit ini kredit itu, ya dengan jumlah kreditan yang lebih besar tentunya. Nah, yang anehnya adalah, kalau mereka mengaku kalangan atas, kenapa masih pakai BBM bersubsidi, listrik bersubsidi, gas bersubsidi, kalau ada beasiswa untuk kalangan bawah, dia antri paling depan, dan ada pula yang punya akses untuk berobat yang dikhususkan untuk kalangan bawah (ya ampun).
Nah, apakah Anda masih percaya kalangan bawah kalangan atas itu ada??? Semua jawaban adalah hak Anda, tapi percayalah, ini merupakan salah satu cara mereka menghancurkan kita, dari dalam.

3. Kita Yang Mengerti Teknologi atau Teknologi Yang Mengerti Kita

Kalau berbicara masalah teknologi, maka banyak hal yang lucu, atau bahkan aneh bermunculan. Banyak dari orang kita yang ingin Teknologi Yang Mengeri Kita, bukan Kita Yang Mengerti Teknologi. Banyak contoh dari kalimat ini, Anda pasti bisa memberikannya. Nah, berhubung ini adalah postingan saya, maka sudah sewajibnya saya memberikan contohnya.
Ada seorang teman. Dia bangga dengan HandPhone terbarunya. Model terbaru, Processor terbaru, RAM besar, harga mahal. Dari situ, saya tanya apa fitur andalan dari HandPhone hebat itu?? Jawabnya, “Chatting”. “WATEPAK. HandPhone saya saja model lama, processor lambat, RAM kecil, harga murah juga bisa”, jawab saya. Terus dia membela, “Dengan pakai HandPhone ini internet gratis, terus ada ‘Username Unik’!”. “Gratis dari Hongkong. Bukankah kamu membayar paket setiap bulan??. Dan itu untuk 1 fitur Chatting itu saja, kalau mau fitur Chatting dengan aplikasi lain perlu tambahan bukan??? Nah, Handphone saya dengan harga paket yang sama, mau pakai Aplikasi apapun bisa…Lebih Gratis Kan???”. Dia diam sebentar, terus membela diri, “Nah, sekarang apa Handphone kamu ada Username Unik???!”.  Saya menjawab, “Unik dari Makau (tadi Hongkong sudah), Username kamu itu kan sudah ditentukan dari pabrik, tidak bisa di ubah-ubah, Nah kalau saya mau ubah 3x sehari pun tidak ada yang marah, kalau saat ini ada username yang sama dengan saya, sekali senggol bisa saya ganti”. Dia diam, saya diam, semua diam.
Begitulah. Yang ingin saya katakan adalah teknologi itu banyak pilihan. Dan sesuaikanlah dengan kebutuhan dan dana Anda, jangan kejar model, apalagi gengsi. Ingat, ini bukan zamannya lagi untuk kejar-kejar model dan gengsi-gengsian. Karena dunia mau kiamat.
Akhir kata, saya ingin mengatakan……
BIJAKSANALAH dalam
Berpikir
Berbicara
Bertindak
Maksimalkan Fungsi Otak
Selaraskan dengan Kata Hati
Hendra Yulisman
Hendra Yulisman Alumni LPDP PK 41 - Catureka Mandala. Seorang Pengajar yang sedang Belajar. Softcore gamer. Sangat tertarik dengan IT, Mikrobiologi dan Media Pembelajaran.

1 komentar untuk "Bijaksana dalam Banyak Hal"