Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Why We Care So Much About The Way We Look

 And sometimes I wonder, why we care so much about the way we look,
And the way we talk and the way we act and the clothes we bought, how much that cost?
Does it even really matter?
Judul dan kutipan lirik lagu milik B.o.B feat Taylor Swift, Both of Us. B.o.B adalah seorang penyanyi Hip Hop asal Amerika. Banyak dari lagu-lagunya yang berkisah tentang kehidupan sehari-hari, dilingkungan tempat tinggal dia, Amerika. Yang menariknya adalah, kejadian yang ada di lirik tersebut, tidak hanya terjadi di Amerika saja, akan tetapi terjadi juga di lingkungan kita, Aceh Tercinta.
Bukan bermaksud membandingkan, atau saya yang tidak tahu dengan realita SMA di Banda Aceh. Masih segar di ingatan saya, bagaimana saya menjalani hari-hari di SMAN 11 Medan. Tidak ada intervensi sedikitpun. Yah, mungkin saja kami dulu memakai seragam. Kalau tidak putih abu-abu, ya coklat muda coklat tua. Walaupun begitu, saya aktif di dalam organisasi ekstrakulikuler dan disitu pakaian bebas, asal sopan. Dan disitu saya kejadiannya juga sama, tidak ada yang peduli dengan pakaian orang lain, sekali lagi asal sopan. Dan jika pakaiannya yang dipakai itu tidak sopan, maka orang-orang akan menatap dengan sangat sinis.

Apa sich penyebabnya?????

Menurut yang saya dengar, dari beberapa orang tua di kampung, dan ada juga dari dosen, kebiasaan orang Aceh yang selalu tampil “beda” dan “wah” itu memang sudah ada dari dulu. Mereka juga mengatakan, kebanyakan orang Aceh itu lebih mementingkan “hal yang selalu dilihat” daripada “hal yang lebih dibutuhkan”. Sebagai contoh, banyak orang, terutama anak muda, lebih mementingkan kendaraannya daripada rumahnya. Padahal hal itu kan terbalik. Logika saja, jika kita memiliki sepeda motor yang bagus, keren, yang lain ketinggalan. Terus, rumah yang kita tempati itu tidak bagus, tidak keren, dan selalu ketinggalan. Bukankah nanti apabila ada orang yang “menginginkan” sepeda motor yang bagus, keren, dan yang lain ketinggalan itu akan dengan sangat mudah di ambil??? Waalahua’lam.
Selanjutnya, kebiasaan orang Aceh itu juga dipengaruhi oleh budaya han tem talo (tidak mau mengalah). Karena saya juga selalu mendengar perkataan seperti ini, “Bek takheun Talo, Meu Seri Han Tem (jangankan kalah, imbang pun tidak mau)”. Memang perkataan ini sangat bagus, dan bahkan sangat luar biasa, jika diterapkan dalam hal yang positif. Misalnya, kata-kata ini diucapkan di depan para pemain Persiraja, saya yakin semangat mereka akan berkobar-kobar (Hidup Persiraja!!). Namun, hal yang terjadi malah sebaliknya, banyak yang mengartikan kata-kata ini dalam hal yang negatif (entah kenapa orang sangat tertarik dengan yang negatif). Misalnya, tetangga beli mobil seharga 1 M, maka kita ingin beli mobil yang lebih mahal lagi, 1,1 M. Entah untuk apa. Bukankah semua mobil jalannya pakai ban, semua mobil juga jalan di jalan aspal, yang notabene digunakan juga oleh sepeda motor.

Pakaian Bukanlah Segalanya

Ada sebuah pengalaman “kurang sedap” yang saya alami karena pakaian yang saya pakai. Pada saat itu, saya pergi ke sebuah Café. Café tersebut memiliki 2 lantai, dan lantai kedua ini adalah tempat favorit saya. Tapi entah mengapa, saat kami pergi ke tempat itu, selalu ada pelayan yang “mencegat” saya sebelum saya naik ke lantai 2. Alasan mereka, tidak ada pelayan di lantai 2. Dan hal ini terjadi setiap kami pergi ke café tersebut. Nah, yang mengejutkan saya ada pada “kunjungan” saya yang terakhir. Pada saat itu seperti biasa, sebelum naik ke lantai 2, kami “dicegat”. Selang beberapa menit, sampai sepasang muda-mudi yang tampilannya saya akui sangat “wah”. Setelah mereka duduk, langsung datang seorang pelayan dengan membawa buku menu. Saya terkejut. Kalau saya yang datang, jangankan di tawari minum, belum pun duduk sudah “dicegat”.Crying face
Selanjutnya, masalah pakaian juga selalu menjadi hal yang “heboh” dikelas saya kuliah. Setiap hari, pasti akan ada komentar tentang pakaian. Dan kelas saya akan menjadi histeris jika ada yang memakai pakaian baru. Ribut. Saya pun kadang-kadang bingung, apakah saya masuk di kelas Mahasiswa atau di Kelas Anak SD. Heran. Selanjutnya, di kelas saya, sangat sangat saya akui, ada beberapa Pakar Desainer Top Dunia. Hebat kan???!. Nah, mereka inilah yang selalu memberi komentar terhadap pakaian yang dipakai seseorang. Tentu saja, hasil komentar para pakar ini adalah tolak ukur trend baru di kelas saya. Jika komentarnya positif, maka anak kelas saya yang lain akan berbondong-bondong mengikuti pakaian tersebut. (Semacam plagiat ya)

But wait!!!

Ternyata hal ini tidak hanya terjadi di kelas saya saja. Akan tetapi terjadi juga di kampus saya, bahkan di kampung saya. Ya Allah, Ampunilah Mereka. Semoga Mereka diterima Di Sisi-Nya. Amin.

Ada hal yang lebih Penting.

Kejadian dan kebiasaan ini sangat sering terjadi, bahkan setiap hari, setiap masuk kuliah, setiap bertemu orang lain. Saya heran dengan mereka. Heran karena bakat mereka tidak tersalur di jalan yang benar. Seharusnya, mereka menjadi kritikus desain pakaian saja. Tidak perlu kuliah lagi. Dengan kemampuan yang mereka miliki saat ini, saya yakin mereka akan sukses. Dan kalaupun mereka tidak mampu, maka berhentilah berkomentar tentang pakaian orang lain. Apa gunanya coba???. Saya pikir, selama pakaian yang dipakai itu sopan, sesuai norma, itu tidak menjadi masalah. Mengapa mereka tidak berkomentar pada pakaian mereka sendiri saja, agar penampilan mereka menjadi “wah”, lalu di ikuti oleh para plagiat. Karena yang saya lihat, penampilan mereka tidak lebih bagus dari yang dikomentari. Dan satu hal yang palin penting adalah, mereka adalah mahasiswa FKIP, dimana pakaian itu memang sudah ada aturannya, jadi tidak perlu di atur lagi. Penampilan itu penting, tapi bukanlah segalanya.

Nah, sampai disini dulu, semoga mereka yang suka berkomentar segera bertaubat. Dan saya ingin menyampaikan satu hal. Berhatilah-hatilah dalam berpakaian, berpakaian yang sederhana, sesuai aturan dan norma. dan sebelum memakai pakaian, selalu memohon pertolongan agar terhindar dari para kritikus pakaian di sekitar kita. Doa dimulai.
Hendra Yulisman
Hendra Yulisman Alumni LPDP PK 41 - Catureka Mandala. Seorang Pengajar yang sedang Belajar. Softcore gamer. Sangat tertarik dengan IT, Mikrobiologi dan Media Pembelajaran.

Posting Komentar untuk "Why We Care So Much About The Way We Look"