Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Segi Positif dari Menyontek

Segi Positif MenyontekMenyontek, dapat diartikan sebagai melihat atau meniru hasil kerja orang lain, baik seluruh atau sebagian, baik dengan dimodifikasi lagi atau tidak. Menyontek adalah perbuatan “HARAM” bagi pendidikan di Indonesia. Pada saat ujian berlangsung, guru selalu melarang siswanya untuk menyontek. Dan mereka memberi alasan bahwa menyontek itu akan membodohi diri sendiri. Pandangan menyontek akan membuat bodoh ini, telah “ditanam” oleh para guru kepada siswa, dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Si guru juga tidak segan-segan untuk mengambil atau bahkan merobek lembar jawaban siswa yang menyontek.
Siswa yang menyontek juga akan mendapat julukan “siswa malas”, “bodoh”, “tidak percaya diri”, dan lain-lain. Julukan-julukan ini dapat berasal dari si guru dan siswa yang lain.

Sebab Siswa Menyontek

Pada saat ini, mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah di kampus setiap tahun bertambah. Dan setiap mata pelajaran ini, akan di pegang oleh seorang guru. Khusus di kampus, satu mata kuliah bisa di pegang oleh beberapa orang dosen dengan satu dosen koordinator mata kuliah.
Tugas dari semua guru ini adalah memberikan materi kepada siswanya. Dan pastinya, setiap guru berkeinginan agar setiap siswa mengerti dengan materi pelajaran yang diberikannya. Nah, untuk mengetahui si siswa mengerti atau tidak, maka si guru akan memberikan ujian. Dari hasil ujian, para guru rata-rata menyimpulkan bahwa siswa yang nilainya tinggi berarti si siswa tersebut telah mengerti, dan bagi siswa yang mendapat nilai rendah, si guru menganggap si siswa belum mengerti.
Sekarang, mari kita renungkan. Di SMP kelas VII, ada mata pelajaran IPA, IPS, Matematika, Bahasa Indonesia, PKN, Penjaskes, Bahasa Inggris, dan mata kuliah muatan lokal lainnya, yang jika kita totalkan, berjumlah 8 mata pelajaran. 8 mata pelajaran berarti 8 orang guru yang memegang mata pelajaran tersebut. Dan 8 oraang guru tersebut memiliki “keinginan” yang sama, yaitu agar siswa mengerti. Untuk mengetahuinya, UJIAN.
Apa yang terjadi???? Si siswa akan menjadi “balon-balon”, balon yang dipaksa untuk terus di tiup agar terus menjadi besar…Dan akhirnya??? Balon akan MELEDAK!!. Meledak disini bukan berarti kepala si siswa yang meledak, akan tetapi, pikiran mereka yang rusak. Kita tahu, semua orang memiliki keterbatasan, apalagi Anak SMP. Akibat pikiran mereka rusak, mereka tidak dapat berpikiran jernih pada saat UJIAN. Agar mereka tidak di Cap Malas oleh si guru, akhirnya mereka menyontek.
Dan yang paling fenomenal lagi adalah kegiatan ini telah berlangsung puluhan tahun yang lalu [Ya Allah]. Darimana saya tahu??? Ya saya tanya saja kakek saya, ayah saya, dan abang saya. Jawaban mereka semua dapat disimpulkan bahwa “mengerti tidaknya seorang siswa dapat dilihat dari UJIAN”. [Memang lah, orang Indonesia “sangat” cinta dengan sejarahnya.

Hal yang Paling Ironis dari Menyontek

Pada akhir semester 5 kemarin, saya mendapat tugas untuk mengajari Aplikasi Komputer pada Siswa PLPG dari daerah-daerah Aceh. Mereka terdiri dari guru SMP dan guru SMA. Saat itu juga, saya baru sangat-sangat yakin akan pepatah yang mengatakan “Belajar di waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu. Belajar di waktu tua, bagaikan menulis di atas air”. Bagaimana tidak, mereka memang tidak ada niat lagi untuk belajar. Banyak alasan yang mereka sampaikan. Mulai dari lelah, tidak konsen, alasan umur, dan seribu satu alasan lainnya. Saya pun maklum, sehingga materi yang ingin saya sampaikan secara lisan, saya kurangi, lalu saya tambahkan dengan materi hasil fotokopi dari laptop saya. Hal ini saya lakukan untuk menambah kemampuan komputer mereka. Jadi apabila lupa, mereka bisa membuka kertas yang sudah saya berikan tadi.
Nah, karena harus mengikuti “arus”…Saya diperintahkan untuk mengadakan ujian. Setelah soal saya berikan, saya berkata, “Bapak dan Ibu sekalian, mohon dikerjakan sendiri-sendiri, karena soal yang saya berikan merupakan materi kemarin.”. “Iyaaaa…” jawab mereka “kurang'” semangat. Setelah soal saya berikan, saya keluar ruang untuk mengambil air minum (tujuan sebenarnya bukan ini ya). Saya sengaja memperlama kegiatan saya meminum air ini. Kira-kira 5 menit kemudian, saya masuk. Saya terkejut, mereka apalagi. Saya melihat telah terjadi perpindahan penduduk secara besar-besaran disini. Sambil tertawa saya mengatakan, “Ibu dan Bapak sekalian, apa tidak malu jika ada siswa Ibu dan Bapak melihat “kegiatan” ini????”…Mereka malu-malu.
Sangat ironis, seorang guru yang selalu melarang menyontek, ternyata menyontek. Apakah ada Pasal Bodoh disini. Seperti yang kita ketahui, banyak Pasal-pasal bodoh dan menyesatkan terdapat di sekeliling kita pada saat ini. Salah satu contohnya adalah pada masa orientasi sekolah saya dulu. Ada dua pasal yang berlaku. Pasal pertama, senior tidak pernah salah. Pasal kedua, jika senior salah, kembali ke pasal pertama. Astagfirullah. Yahudi mana yang merancang pasal ini. Padahal, kita umat muslim tahu, yang Maha Benar itu hanya Allah, kok bisa pula senior jadi tidak pernah salah. Nah, dalam konteks kejadian guru tadi, apakah Pasal ini juga berlaku??? Yang menyebabkan kesalahan hanya ada pada siswa??? Berarti mereka BUKAN SEORANG GURU.

Edited.
Tulisan ini saya tambahkan pada saat saya sedang menempuh studi S2 di Universitas Pendidikan Indonesia.

Perjalanan panjang saya, mulai saat tulisan di atas saya buat sampai dengan saat ini, memberikan banyak sekali pengalaman dan pengetahuan berharga bagi saya. Menyontek, dalam hal pendidikan, tindakan yang tidak tepat. Namun, bukan berarti guru harus menghukum siswa yang menyontek. Siswa menyontek harus dijadikan sebuah indikator bagi guru, bahwa ada sesuatu yang salah dengan pembelajaran yang dibawa olehnya, baik dari segi pendekatan, strategi, metode yang digunakan, konten yang dipilih, serta assessmen dan evaluasi. Parahnya, banyak guru yang hanya fokus pada evaluasi saja. Belum lagi dengan sistem regulasi yang selalu berubah-ubah, yang mengakibatkan para guru tidak lagi fokus memikirkan masa depan siswanya, tapi sibuk berkutat dengan sistem administratsi yang tiada habisnya. 
Adapun kesimpulan yang dapat saya berikan pada postingan ini, segi positif dari menyontek adalah memberi sinyal kepada guru bahwa guru harus mengganti pola pikir dalam pembelajaran yang selama ini diajarinya. Baik mengubah pendekatan pemebelajaran, ataupun bentuk evaluasi. Pengalaman belajar saya disini menunjukkan bahwa evaluasi bukanlah segalanya. Nilai siswa juga dapat ditentukan oleh assessmen, misalnya asessmen kinerja, peer assessmen, dan bentuk-bentuk assessmen lainnya. Oleh sebab itu, saya mengharap kepada para guru, agar tetap selalu semangat dalam mengajar sambil menambah pengetahuan dan kemampuan yang telah dimilikinya.
Hendra Yulisman
Hendra Yulisman Alumni LPDP PK 41 - Catureka Mandala. Seorang Pengajar yang sedang Belajar. Softcore gamer. Sangat tertarik dengan IT, Mikrobiologi dan Media Pembelajaran.

Posting Komentar untuk "Segi Positif dari Menyontek"